Pages

Banner 468 x 60px

Kamis, 23 Maret 2017

Demokrasi Diindonesia Pada Masa Orde Baru, Orde Lama, Dan pada Masa Revormasi

0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Karena pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan yang digalakkan ini diartikan sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar, baik terhadap struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro dalam Sirojuzilam, 2008). Oleh karena itu, pembangunan tersebut harus mampu mengakomodasi berbagai aspek kehidupan manusia baik material maupun spiritual dan dilakukan secara merata sehingga dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat.
Wilayah Negara Indonesia yang sangat besar dengan rentang geografis yang luas berupa kepulauan, kondisi sosial-budaya yang beragam, jumlah penduduk yang besar, hal ini berpengaruh terhadap proses pengalokasian pembangunan itu dan mekanisme pelaksanaan pemerintahan Negara Indonesia. Dengan kondisi seperti ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisiendan mandiri tetapi tetap ada pengawasan dari pusat.
Pada era reformasi sekarang ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, alokasi kewajiban negara kepada rakyat secara merata, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi lagi ancaman- ancaman terhadap NKRI, seperti yang pernah munculnya gerakan-gerakan separatisme di daerah- daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI, antara lain GAM di Aceh dan RMS di Maluku.
Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain.
Disisi lain, dorongan yang kuat dari masyarakat setempat (lokal) itu sendiri untuk melakukan perubahan ke arah pensejahteraan juga merupakan suatu faktor yang semakin mendesak pemerintah untuk menciptakan satu formula pemerintahan yang pada akhirnya mendukung pembangunan itu. Dari uraian diatas, maka lahirlah sistem pemekaran wilayah yang merupakan implikasi dari desentralisasi dan otonomi daerah yang sampai sekarang masing tetap dilaksanakan.
B.  Rumusan Masalah
1.    Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya orde lama, orde baru, dan era reformasi.
2.    Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab runtuhnya masa orde lama dan orde baru.
3.    Untuk mengetahui bagaimana perbedaan demokrasi pada ketiga era tersebut.
4.    Untuk mengetahui apa saja yang telah dicapai pemerintah pada masa orde baru
5.    Untuk mengetahui bagaimana sistem pemerintahan diindonesia saat ini dibandingkan pada masa ketiga era tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  DEMOKRASI DIINDONESIA PADA MASA ORDE LAMA.
1.    Pengertian Orde Lama
Sistem Pemerintahan Indonesia Masa Orde Lama yaitu periode pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun 1945 sampai tahun 1968.
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensil, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.
Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral orde lama yaitu sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan[1].
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah, Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965[2]. Pada masa orde lama banyak sekali terjadi perubahan-perubahan system pemerintahan dan gejolak-gejolak serta pemberontakan akibat dari system pemerintahan yang tidak stabil tersebut.




2.    Pelaksanaan politik pada masa orde lama
a.    Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan Tahun 1945 – 1950
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
1)   Berubah fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
2)   Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensil presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.

Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensil menjadi parlemen. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensil, presien memiki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif[3].

b.    Masa Demokrasi Liberal Tahun 1950 – 1959
Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal[4].  Ciri-ciri demokrasi liberal:
1)   presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2)   Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
3)   Presiden berhak membubarkan DPR.
4)   Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

Era 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru[5].
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959[6] :
1)   Pembentukan MPRS dan DPAS
2)   Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3)   Pembubaran Konstituante

c.    Demokrasi Terpimpin Tahun 1959 – 1968
Di tengah-tengah krisis tahun 1957 diambilah langkah-langkah pertama menuju suatu bentuk pemerintahanyang oleh Soekarno dinamakan demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin didominasi oleh kepribadian Soekarno, walaupun prakarsa untuk pelaksanaannya diambilnya bersama-sama dengan pimpinan angkatan bersenjata. Pada waktu itu beberapa mengamat menganggap Soekarno sebagai seorang diktator dan ketika sikapnya semakin berapi-api beberapa mengamat cenderung menganggapnya sebagai sebuah karikatur yang  sudah terlalu lanjut usia. Soekarno adalah seorang ahli manipulator rakyat dan lambang-lambang. Kekuatan-kekuatan besar lainnya berpaling kepadanya untuk mendapatkan bimbingan, legitimasi, atau perlindungan. Dengan menampilkan dirinya ke depan dalam krisis tahun 1957, maka para pemimpin lainnya bergabung dengannya dalam mempertahankan posisi sentralnya[7]. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang masa depannya sendiri, tetapi dia tidak mempunyai satu pun pandangan (atau setidak-tidaknya satu pun pandangan yang akhirnya dapat diterima oleh pimpinan lainnya) mengenai masa depan negara dan bangsanya. Janji dari demokrasi terpimpin tersebut adalah suatu janji kosong.
Usaha-usaha telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk menggambarkan demokrasi terpimpin sebagai sebuah sistem pemerintahan, suatu percobaan yang agak mirip dengan melukiskan bentuk amuba. Kadang-kadang analisa-analisa semacam itu mempunyai ciri determinasipsiko-kultural, seolah-olah arwah Sultan Agung berbisik di telinga Soekarno. Dia merupakan suatu pusat legitimasi yang diperlukan oleh para pemimpin lainnya. Soekarno sendiri hanya memiliki sedikit kekuatan yanag terorganisasi dan harus memanipulasi, mengancam, dan membujuk orang-orang kuat kuat lainnya. Elite politik menjadi suatu kompleks kelompok-kelompok yang mengelilingi orang-orang berpengaruh. Sistem keuangan dan sistem hukum menjadi semakin sewenang-wenang dan tidak menentu karena hancurnya norma-norma birokrasi. Pemerintah daerah semakin mengandalkan kepada tenaga kerja tanpa gaji dari para petani.
Meskipun mempunyai kesamaan-kesamaan yang menarik dengan masa prakolonial, tetapi kesemuanya itu hanya sedikit memberi penjelasan apalagi tidak bercorak khas Indonesia.  Mustahil bahwa demokrasi terpimpin diilhami secara sadar atau pun bawah-sadar oleh prinsip-prinsip asli negara dari masa prakolonial. Bahwa rakyat pedesaan dapat memahami Soekarno dari segi model-model wayang semata-mata mencerminkan kehalusan dan kekayaan bentuk kesenian itu serta kecintaan Soekarno sendiri pada wayang dan keterampilannya dalam memanipulasikan lambang-lambang. Peranan militer pribadi raja-raja prakolonial Indonesia tidak kita jumpai dalam demokrasi terpimpinan. Sebagai ganti satuan-satuan kecil prajurit profesional dan pasukan-pasukan yang besar yang dihimpun dari kalangan petani, kin terdapat satuan tentara tetap yang besar dibawah panglima-panglimnya Soekarno diimbangi oleh ketidaktahuannya di bidang ekonomi yang merupakan bencana besar. Dia menginginkan revolusi yang bersikinambungan dan mobilisasi massa, dan sini kelihatan dampak dari pergerakan nasional, penduduk Jepang, dan Revolusi, yaitu pengaruh-pengaruh yang lebih mendasar daripada apa yang mungkin sedikit diketahui Soekarno mengenai kerajaan-kerajaan Jawa.[8]
Indonesia merupakan bagian dari tatanan internasional yang bersifat bersaing dan dipengaruhi oleh bangsa-bangsa lain dengan cara yang berbeda sama sekali dengan kerajaan-kerajaan kuno. Rakyat dapat diamati, diberi informasi, dimobilisasikan, atau dipaksa dengan lebih berhasil daripada di setiap kerajaan kuno. Jepang bahkan lebih baik daripada Belanda telah menunjukkan bagaimana kesemuanya itu dapat dilakunkan. Bagaimanapun juga, mereka lebih condong kembali ke gagasan-gagasan negara-negara yang bersifat menindas seperti Belanda dan terutama Jepang daripada ke gagasan-gagasan kerajaan-kerajaan Jawa kuno yang hampir tidak mereka ketahui sama sekali. Penjajahan Belanda dan Jepang merupakan bentuk-bentuk pemerintahan yang sudah dikenal oleh kalangan elite dan yang meskipun mempunyai segala kekurangannya, setidak-tidaknya tampak menjadi lebih efektif daripada sistem multipartai dari tahun 1950-1957.[9]
Pada bulan April 1957 Soekarno mengumumkan pembentukan suatu Kabinet Karya di bawah seorang politisi nonpartai, Djuanda Kartawidjaja (1911-1963), sebagai Perdana Mentri. Salah seorang kepercayaan Soekarno yang paling dekat, Chaerul Saleh (1916-1967), masuk di Kabinet tersebut sebagai Menteri Urusan Veteran. Menteri Luar Negeri di jabat oleh Dr. Subandrio (lahir tahun 1914), seorang mantan Duta Besar untuk London(1947-1954) dan Moskow (1954-1956).[10]
Meskipun Kabinet ini secara teoritis bersifat nonpartai, namun pada hakekatnya kabinet tersebut merupakan suatu koalisi antara PNI dan NU. Dua anggota Masyumi menjadi anggota kabinet tetapi partai tersebut mengeluarkan keduanya karena menerima kedudukan itu.
Pada bulan Mei 1957 dibentuklah Dewan Nasional yang terdiri atas empat puluh satu wakil golongan funksionil (pemuda, kaum tani, kaum buruh kaum wanita, para cendekiawan, agama-agama, kelompok daerah-daerah, dan lain-lain), ditambah beberapa anggota ex officio. Kebanyakan partai politik, termasuk PKI, secara tidak langsung diwakili melalui anggota-anggota golongan fungsional, tetapi tidak demikian halnya dengan Masyumi dan Prtai Katholik.
Setidak-tidaknya pada tahun 1957 (dan mungkin sudah pada tahun 1955) seorang anggota rahasia PKI mulai menyusup ke tubu militer melalui kontak-kontak dengan perwira-perwira intelijen yang juga berusaha menyusup kedalam tubuh PKI. Orang itu ialah tokoh misterius yang bernama Sjam (Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah, meninggal tahun 1986). Akan tetapi karir dan kehidupannya sangat tidak jelas seperti halnya hubungannya dengan Aidit. Dia menjadi seorang tokoh terkemuka didalam organisasi para seniman dan pengarang PKI, Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat didirkan tahun 1950), yang segera akan menjadi alat utama untuk melakukan penindasan intelektual. Anggota-anggota PKI juga menjadi berpengaruh didalam sistem sekolah Taman Siswa, dimana mereka didukung oleh persamaan-persamaan yang dekat antara ideologi Taman Siswa dan ideologi demokrasi terpimpin.
Soekarno juga mencari cara baru bagi pembentukan organisasi massa. Pada bulan Juni 1957 dia memuji-muji sistem satu-partai dari Uni Soviet dan mengatakan bahwa dia lebih menyukai stuktur seperti itu. Kabinet, Dewan Nasional, dan pihak tentara juga berusaha memecahkan masalah-masalah yang telah mengakibatkan terjadinya krisis pemerintahan.
Pada bulan Juli 1957 markas besar PKI dan SOBSI di Jakarta diserang dengan granat-granat tangan. Djuanda menyelenggarakan suatu Musyawarah Nasional di Jakarta antara tanggal 10 dan 14 September 1957, yang disusul dengan suatu Musyawarah Nasional Pembangunan dua bulan berikutnya. Pemilihan-pemilihan untuk memilih anggota dewan-dewan propinsi di selenggarakan pada semester kedua tahun 1957 dan terlihat bahwa PKI memperoleh keuntungan yang besar.
Di Jawa, perolehan suaranya adalah 37,2 persen lebih tinggi daripada jumlah suara yang diperoleh pada tahun 1955, yang kebanyakan dukungan baru tersebut berasal dari pada mantan pemilihan PNI. Perolehan suara empat besar di daerah pemilihan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada bulan Juli adalah PKI 34 persen, NU 29 persen, PNI 26 persen, dan Masyumi 11 persen. Di Jawa Timur NU masih tetap berada di urutan pertama, tetapi perollehan suaranya berkurang dan PKI hanya tertinggal 3 persen di belakangnya.
Pada bulam September dan Oktober 1957 kolonel simbolon dan para pembangkang militer lainnya di Sumatera, Kolonel Sumual dari gerakan Permesta, dan Kolonel Lubis mengadakan beberapa pertemuan di Sumatera guna mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Sementara itu, Masyumi yang tidak mau tahu tentang demokrasi terpimpin menyelenggarak Muktamar Ulama se Indonesia di Palembang pada bulan September yang menyatakan bahwa bahwa komunisme haram bagi kaum muslim dan bahwa PKI harus dilarang. Pada pertengahan bulan November Majelis Konstituante melalui dengan sidang-sidangnya di Jakarta dan macet dalam percekcokan antara pihak yang mendukung islam dan pihak yang mendukung Pancasila sebagai dasar falsafah bagi suatu undang-undang dasar yang baru.
Pada akhir bulan November 1957 dua kejadian meningkatkan ketegangan politik. Sekelompok kaum muslim yang fanatik yang diduga merupakan anak buah Lubis dan para pembangkang di daerah, melemparkan granat-granat tangan yang meminta korban beberapa jiwa namun tidak mencederai Soekarno.
Pada tanggal 3 Desember serikat-serikat buru PKI dan PNI mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor dagang Belanda. Perusahaan pelayaran milik Belanda, KMP (Koninklijke Paketvaart Maatschspij), merupakan perusahaan pertama yang disita, tetapi sebagian besar kapalnya Indonesia. Salah satu sokoguru kekuatan perekonomian Inggris Belanda, Royal Dutch Shell, tidak dinasionalisasikan namun pada tanggal 5 Desember Kementerian Kehakiman memerintahkan pengusiran terhadap sekitar 46.000 warga Belanda yang berada di Indonesia.
Pada tanggal 13 Desember 1957 Nasution mengambil kendali atas keadaan tersebut dengan memerintahkan agar pihak tentara bersedia mengelola perusahaan-perusahaan yang telah di sita itu.  Akan tetapi, dampak-dampaknya terhadap perekonomian dan tentara jauh dari bermanfaat. Perhatian pihak tentara mulai tertuju jauh dari fungsi-fungsi militer yang murni, sehingga mempercepat  korupsi kalangan korps perwira.  Suatu langkah lagi diambil pada tanggal 10 Desember 1957 ketika Nasution menempatkan wakilnya yang kedua, Kolonel Dr. Ibnu Sutowo (lahir tahun 1914), untuk memimpin suatu perusahaan minyak baru yang di beri permina (Perusahaan Minyak Negara).
Pada bulan Desember Natsir dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya kabur dari Jakarta karenya adanya intimidasi dari kelompok-kelompok pemuda. Kini PKI memberi penekanan kepada kekuasaan Belanda yang terus berlanjut atas Irian sebagai fakta poko dari status semikolonial Indonesia. Pada bulan Januari Nasution bergerak untuk menempatkan radikalisme ini dibawah kendali pihak tentara dengan membentuk Front Nasional pembebasan Irian Barat yang didasarkan pada badan-badan kerja sama tentara sipil.
Pada bulan Januari 1958 PSI dan Masyumi menuntut dibentuknya suatu kabinet baru guna menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa. Tentu saja PNI dan NU mempertahankan kabinet yang ada. Ketika Soekarno berada di luar negeri (6 Januari-16 Februari), diselenggarakan suatu pertemuan didekat Padang antara Simbolon, Lubis, para perwira lainnya di Sumatera, pemimpin-pemimpin Masyumi Natsir dan Sjafruddin, dan Sumitro Djojohadikusumo dari PSI (salah satu diantara segelintir suku Jawa yang bergabung dengan kaum pembangkang). Tokoh-tokh Sumatera merasa semakin yakin bahwa kejadian-kejadian di Jakarta sedang mengarah ke sifat Radikal yang tidak tertahan lagi dan harus ditentang.
Pada tanggal 10 Februari 1958 kaum pembangkang Padang mengirim suatu ultimantum lima hari kepada pemerintah, kabinet harus dibubarkan, Hatta dan Sultan Hamengkubuwana IX harus ditunjuk untuk membentuk suatu kabinet karya baru sampai terselenggaranyapemilihan umum, dan Soekarno harus kembali posisi konstitusionalnya yaitu presiden sebagi lambang saja (suatu posisi yang telah dituntut oleh Natsir selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri).
Pada tanggal 15 Februari diumumkanlah suatu pemerintahan pemberontak di Sumatera dengan markas besarnya di Bukittinggi. Dua hari kemudian kaum pemberontak menghadapi kekurangan-kekurangan yang serius. Apalagi  pemberontakan ini tidak diperoleh dukungan yang berati di Sumatera Utara dan Kalimantan. Perusahaan-perusahaan minyak Caltex, Stanvac, dan Shell mendapat jaminan dari Jakarta bahwa kepentingan mereka akan dilindungi dan tetap melakukan pembayaran pajak mereka ke Jakarta.[11]
Pada tanggal 16 Februari Soekarno kembali dan mendesak diterapkannya perlakuan yang keras terhadap kaum pemberontak. Hatta bersama-sama dengan para pemimpin Masyumi dan PSI di Jakarta mendesak suatu penyelesaian dengan perundingan, sehingga menempatkan diri mereka pada posisi kompromis. Masyumi terpecah-belah kehilangan semangat dan tidak dipercaya lagi.
Pihak Militer bertindak secara meyakinkan. Angkatan udara mengebom instalasi-instalasi PRRI di Padang, Bukittinggi, dan Menado pada akhir bulan Februari 1958. Pihak Amerika memasok persenjataan kepada kaum pemberontak dan mengusulkan kepada Jakarta didaratkannya pasukan komando Amerika dengan dalih melindumgi warga negara dan milik Amerika di ladang-ladang minyak Sumatera. Pemerintah Indonesia menolak usul tersebut dan mulai tanggal 12 Maret telah mengamankan ladang-ladang Caltex untuk mencegah terjadinya aksi sepihak Amerika. Pada tanggal 5 Mei Bukittinggi berhasil direbut dan gerakan PRRI di Sumatera berubah menjadi perang gerilya di wilayah pedalaman. Gorontalo berhasil direbut pada pertengahan bulan Mei dan Menado pada akhir bulan Juni.
Pada tanggal 18 Mei seorang pilot sipil Amerika yang mengendalikan pesawat pengebom B-26 di tembak jatuh diatas Ambon ketika sedang sibuk melakukan pengeboman sebagai dukungan kepada pihak pemberontak. Amerika Serikat telah menyadari bahwa dirinya mendukung suatu gerakan yang akan mengalami kegagalan,dan dalam waktu dua hari Menteri Luar Negeri Amerika, J.F. Dulles, mengecam campur tangan untuk kepentingan PRRI dalam usaha memperbaiki hubungan dengan Jakarta.
Malaya yang telah merdeka pada tahun 1957 dan masih memerangi sisa-sisa keadaan darurat yang ditimbulkan oleh kaum komunis di wilayahnya sendiri, juga telah membantu kaum pemberontak PRRI dan menjadi saluran utama bagi pemasokan persenjataan. Pada bulan Agustus 1958 Guomindang (kuomintang) dilarang di Indonesia dan segera setelah itu tentara mengambil alih perusahaan-perusahaan Cina yang pro-Taiwan, sehingga secara tidak sadar telah memberi PKI kesempatan untuk memonopoli dukungan politik di kalangan masyarakat Cina di Indonesia.
Pada bulan Juli 1958 pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Jenderal, sehingga dialah orang pertama yang mendapat pangkat itu semenjak Soedirman. Pemberontakan itu telah Menodai Masyumi dengan cap pengkhiantan seperti hal peristiwa Madiun telah mencemarkan nama PKI. Pemberontakan di daerah kini menjadi semakin sulit terjadi karena ditempatkannya para perwira dan satuan-satuan dari Divisi Siliwangi, Divisi Diponegoro, Divisi Brawijaya di daerah-daerah luar Jawa.
Keberhasilan atas PRRI tidak menjadikan tentara dikuasai oleh masyarakat umum. Diantara mereka ialah Soekarno yang lawan-lawan dan musuh lama-lamanya di kalangan para politisi sipil, seperti Hatta dan Natsir, kini tidak berperan lagi. Presiden tidak begitu menghargai para pemimpin PNI, seperti Ali Sastroamidjojo dan Hardi, dan semakin menganggap PKI sebagai sekutu utamnya dalam menghadapi pihak tentara.
Masyumi dan PSI yang pernah menempatkan diri mereka dalam peranan sebagai pembela-pembela demokrasi mulai mendesak supaya pemilihan anggota DPR yang menuntut rencana akan diadakan pada tahun 1959 ditangguhkan karena mereka beranggapan bahwa PKI-lah yang akan menjadi pemenangnya. Akan tetapi, kaum elite politik yang ada di Jakarta tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang langkah berikutnya yang akan diambil.
Pada bulan Juli 1958 Nasution mengusulkan suatu cara penyelesaian. Dia lebih suka kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 daripada menyusun  suatu undang-undang dasar baru. Pertentangan filosofis akan terpecahkan dengan dicantumkannya Piagam Jakarta dari bulan Juni 1945, yang akan mewajibkan umat Islam menjalankan syariat Islam sementara membiarkan Pancasila sebagai falsafah bangsa. Usulan ini lambat lau mulai mendapat dukungan tetapi Soekarno tidak berkeinginan memikul sendiri tanggung jawab berat yang ditetapkan oleh undang-undang dasar ini bagi presiden. Pada saat itu telah disepakati bahwa angkatan bersenjata sendiri merupakan golongan fungsional, sehingga percekcokan-percekcokan dari setiap badan perwakilan baru harus terdiri golongan semacam itu.
Pada  bulan November 1958 dia merumuskan usulan ini sebagai doktrin jalan tengah, tentara tidak akan disisihkan dari urusan-urusan politik atau tidak akan mengambil alih pemerintahan. Pada bulan Sepetember 1958 tiba-tiba Nasution melarang Masyumi, PSI, Partai Kristen, dan sebuah organisasi front tentara (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia didirikan tahun 1954 dan yang mendukung lawan-lawannya) di semua daerah di mana mereka telah membantu kaum pemberontak.
Para pemimpin PNI dan PKI telah menyetujui gagasan untuk memberlakukan kembali undang-undang dasar 1945 pada awal tahun 1959. Kemudian kabinet memutuskan untuk mengajukan usulan ini kepada Majelis Konstituante. Ketika pada bulan Mei Majelis menolak usulan agar Piagam Jakarta dimasukkan sebagai bagian dari undang-undang dasar yang memiliki kekuatan hukum maka NU berbalik menentang diberlakukannya undang-undang dasar lama tersebut. Sejak bulan Maret 1957 telah disepakati suatu gencatan senjata di Aceh, tetapi ditemui kesulitan dalam pelaksanaannya. Penduduk Aceh diberi otonomi dalam masalah-masalah keagamaan, hukum adat, dan pendidikan.
Sejarah Indonesia (1959-1968) adalah masa di mana sistem "Demokrasi Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Berbagai penyimpangan dalam Demokrsi terpimpin :
1)   Pancasila diidentikkan dengan Nasakom
2)   Produk hukum yang setingkat dengan undang-undang (UU) ditetapkan dalam bentuk penetapan presiden (penpres) daripada persetujuan
3)   MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup
4)   Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955
5)   Presiden menyatakan perang dengan Malasya
6)   Presiden menyatakan Indonesia keluar dari PBB
7)   Hak Budget tidak jalan

Penyimpangan lain dalam demokrasi terpimpin adalah campur tangan presiden dalam bidang Yudikatif seperti presiden diberi wewenang untuk melakukan intervensi di bidang yudikatif berdasarkan UUD No.19 tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan di bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu rancangan Undang-Undang[12].
Selain itu terjadi penyimpangan di bidang perundang-undangan di mana berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Panpres) yang memakai Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum. Didirikan pula badan-badan ekstra kontitusional seperti ‘front nasional’ yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai denga taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat[13].

Pada masa ini terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini mencapai klimaks dengan meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI.
Partai Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan hangat dengan anggapan bahwa PKI mempunyai hak untuk menyelesaikan persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara ideologi nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis, dan merupakan konsep dasar Pancasila pada masa pemerintahan orde lama. Konsep ini diperkenalkan oleh Presiden Soekarno yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme Indonesia[14].
Ia melihat bahwa nasionalisme dan Islam merupakan paham-paham yang kurang tajam untuk menganalisis keadaan, karena itulah dibutuhkan faham komunisme untuk menyokong dua ideologi tersebut untuk membangun Indonesia.
Tetapi kedekatan dengan PKI malah menjadi bumerang tersendiri. Serta merta pihak PKI melakukan pemberontakan menuju Indonesia komunis. Sehingga bencana nasional berupa G30S PKI 1965 terjadi dan mengakhiri pemerintahan Sukarno yang diktator dengan model ‘terpimpin’nya. Pada 12 Maret 1966, PKI dibubarkan dan kekuasaan digantikan oleh Soeharto[15].

3.    Keadaan Ekonomi Indonesia Pada Masa Liberal
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
a.    Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
b.    Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
c.    Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
d.   Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancan0g oleh Belanda.
e.    Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah  sistemekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
f.     Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
g.    Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
h.    Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
i.      Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
j.      Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
a.       Mengurangi jumlah uang yang beredar
b.      Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah : Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.


4.    Kebijakan pemerintah dalam mengatasi kebijakan ekonomi pada masa liberal[16].
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
a.    Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950[17].
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta[18].

b.    Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengub[19]ah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
1)   Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2)   Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3)   Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
4)   Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena[20] :
a)    Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
b)    Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
c)    Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
d)   Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
e)    Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
f)     Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor[21].

c.    Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis[22].Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
.
d.   Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I).Tujuan dari program ini adalah:
1)   Untuk memajukan pengusaha pribumi.
2)   Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
3)   Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
4)   Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.

Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi[23] :
a.    Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
b.    Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
c.    Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
d.   Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.




Tujuannya:
untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB[24].
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut[25].
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah[26].
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
a.    Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b.    Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
c.    Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
d.   Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
e.    Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.

a.    KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir. Program : 
1)   Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2)   Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3)   Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4)   Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5)   Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat[27].

Hasil: Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

Kendala/ Masalah yang dihadapi      :
1)    Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
2)    Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.

Berakhirnya kekuasaan kabinet         :
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden[28].
b.    KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dipimpin OlehSukiman Wiryosanjoyo. Program:
1)   Menjamin keamanan dan ketentraman
2)   Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharu hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani
3)   Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4)   Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.

     Hasil: Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman[29].

Kendala/ Masalah yang dihadapi:
1)    Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
2)    Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3)    Masalah Irian barat belum juga teratasi.
4)    Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan[30].

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
  Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c.    KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya. Dipimpin oleh : Mr. Wilopo. Program :
1)   Program dalam negeri: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2)   Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :
1)   Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2)   Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
3)   Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4)   Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.

Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet[31].
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

d.   KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh: Mr. Ali Sastroamijoyo. Program:
1)   Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera  menyelenggarakan Pemilu.
2)   Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3)   Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4)   Penyelesaian Pertikaian politik.

Hasil  :
1)   Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
2)   Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955[32].

Kendala/ Masalah yang dihadapi :
1)   Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
2)   Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
3)   Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
4)   Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
5)   Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

Berakhirnya kekuasaan kabinet  yaitu NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden[33].
e.    KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin Oleh: Burhanuddin Harahap. Program :
1)   Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2)   Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3)   Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4)   Perjuangan pengembalian Irian Barat
5)   Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Hasil  :
1)   Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2)   Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3)   Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
4)   Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5)   Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi   :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet      :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula[34].
f.     KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Dipimpin Oleh: Ali Sastroamijoyo. Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut[35].
1)   Perjuangan pengembalian Irian Barat
2)   Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3)   Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4)   Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5)   Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah,
1)   Pembatalan KMB,
2)   Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
3)   Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil:Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.

Kendala/ Masalah yang dihadapi      :
1)   Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2)   Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3)   Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4)   Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
5)   Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer[36].

Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

g.    KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.Dipimpin Oleh : Ir. Juanda. Program: Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
1)   Membentuk Dewan Nasional
2)   Normalisasi keadaan Republik Indonesia
3)   Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
4)   Perjuangan pengembalian Irian Jaya
5)   Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil:
1)   Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2)   Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3)   Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4)   Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi      :
1)   Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta[37].
2)   Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3)   Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Berakhirnya kekuasaan kabinet         :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.





B.  DEMOKRASI DIINDONESIA PADA MASA ORDE BARU
1.    Pengertian Orde Baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Latar belakang lahirnya pmerintah Orde Baru SUPERSEMAR ( Surat Perintah 11 Maret) ) merupakan salah satu peristiwa yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia modern. Peristiwa ini merupakan tonggak lahirnya Orde Baru ( Dari Ir. Soekarno Ke Soeharto)[38].

2.    Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru
a.    Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
b.    Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
c.    Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
d.   Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
e.    Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
f.     Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi:
1)   Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
2)   Pembersihan Kabinet Dwikora
3)   Penurunan Harga-harga barang.
g.      Upaya Reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
h.      Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).
i.        Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan[39].

3.    Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
a.    Penataan       politik  dalam negeri
1)   Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut:
a)    Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
b)    Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
c)    Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan   nasional.
d)   Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk    dan            manifestasinya.

Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang            meliputi:
a)    Penciptaan       stabilitas          politik  dan      ekonomi
b)   Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
c)    Pelaksanaan     Pemilihan        Umum
d)   Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
e)    Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh         PKI.

2)   Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
a)    Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
b)   Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
c)    Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

3)   Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
a)    Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
b)   Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
c)    Golongan Karya (Golkar)

4)   Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia). Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

5)   Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator[40].

6)   Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian  Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

b.    Penataan politik luar negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, Pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaharuan dalam politik luar negeri:

1.    Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966[41].
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama[42].

2.    Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

3.    Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
a)    Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik[43].
b)   Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
1)   Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
2)   Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
3)   Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing Negara[44].

Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

4.    Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah[45]. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut:
a.    Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
b.    Kerja Sama Luar Negeri
c.    Pembangunan nasional, dilakukan secara bertahap yaitu:
1)   Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2)   Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

a)    Pelita   I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalm bidang Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan         kesejahteraan   rohani[46].

b)   Pelita   II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%[47].

c)    Pelita   III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan         Jalur Pemerataan, yaitu[48]:
·      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan,   dan          perumahan.
·      Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
·      Pemerataan pembagian       pendapatan
·      Pemerataan kesempatan     kerja
·      Pemerataan kesempatan     berusaha
·      Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
·      Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
·      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

d)   Pelita   IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

e)    Pelita   V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.

f)    Pelita   VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

5. Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru
a.    Krisis Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.
Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli 1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar yang menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan, pelepasan Rupiah besar-besaran[49]. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar[50].

b.    Tragedi “TRISAKTI”
Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi tahun kasus ini selalu timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo menuntut diselesaikannya kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Namun semua itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah apapun. Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan jelas terhadap kasus ini.

c.    Penjarahan
Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah di jalanan. Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun pemerintah. Masa pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi yang terjadi di tanah air pada saat itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan dalam ketakutan  dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa[51].

d.   Mahasiswa Menduduki Gedung MPR
18 Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”. Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.

e.    Soeharto Meletakkan Jabatannya.
21   Mei Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia. Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.”
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

6. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1)             Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
2)             Sukses transmigrasi
3)             Sukses KB
4)             Sukses memerangi buta huruf
5)             Sukses swasembada pangan
6)             Pengangguran minimum
7)             Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
8)             Sukses Gerakan Wajib Belajar
9)             Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
10)         Sukses keamanan dalam negeri
11)         Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
12)         Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

b.    Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1)             Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2)             Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
3)             Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
4)             Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5)             Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
6)             Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
7)             Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
8)             Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
9)             Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
10)         Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
11)         Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
12)         Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta

C.  DEMOKRASI DIINDONESIA PADA MASA REFORMASI
1.    Pengertian dan Agenda sistem pemerintahan Reformasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan perikehidupan baru dan secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju indonesia baru dengan tatanan baru. Tatanan gerakan reformasi pada mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu Mahasiswa, dosen maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi indonesia yang demikian terpuruk mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di kampus, namun akhirnya mendorong mahasiswa turun ke jalan.[52]

2.    Latar belakang lahirnya masa pemerintahan Reformasi
Krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi indonesia melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN semakin merajalela, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

3.    Munculnya Gerakan Reformasi
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum. Pemerintahan orde baru dipimpin presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan[53]. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu:
a.    Krisis Politik Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan presiden Soeharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari,oleh dan untuk penguasa. Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, yaitu:
1)   Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indinesia)
2)    Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3)   Terjadinya Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4)   Pelaksanaan Dwifungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan
5)   Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Soeharto dipilih menjadi presiden melalui sidang umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.

b.    Krisis Hukum Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia tenggara sejak juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2,575.00 menjadi 2,603.00 per dollar Amerika serikat. Pada bulan desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp. 5,000.00 per dollar. Bahkan pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp. 16,000.00 per dollar. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:Hutang luar negeri indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi[54].

c.    Krisis Sosial Krisis politik, hukum dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan dibeberapa daerah. Ketimpangan perekonomian indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.[55]

d.   Krisis Kepercayaan Krisis multidimensional yang melanda bangsa indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.

Kronologi peristiwa reformasi secara garis besar, kronologi gerakan reformasi yaitu sebagai berikut[56]:

1)   Sidang Umum MPR (maret 1998) memilih Soeharto dan B.J Habibie sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Soeharto membentuk dan melantik kabinet Pembangunan VII.
2)   Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN dan mundurnya Soeharto dari kursi Kepresidenan.
3)   Pada tanggal 12 mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa universitas Trisakti jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (elang mulia lesmana, Hery Hartanto, Hafdhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
4)   Pada tanggal 13-14 mei 1998, di jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat menalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar.
5)   Pada tanggal 19 mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di jakarta dan sekitarnya menduduki DPR dan MPR pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara keraton yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwana X dan Sri Paku Alam VII.
6)   Pada tanggal 19 mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi anjuran agar presiden Soeharto mengundurkan diri.
7)   Pada tanggal 20 mei 1998, presiden soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto
8)   Pada tanggal 21 mei 1998, pukul 10.00 di istana negara, presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden RI dihadapan ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Soeharto menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.j.Habibie sebagai presiden RI. Pada waktu itu juga B.J habibie dilantik menjadi presiden RI oleh ketua MA. Beberapa sebab lahirnya gerakan reformasi adalah krisis moneter,ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap pemerintahan soeharto. Nilai tukar rupiah terus merosot. Para investor banyak yang menarik investasinya. Inflasi mencapai titik tertinggi dan pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah selama pemerintahan orde baru. Kehidupan politik hanya kepentingan para penguasa. Hukum dan lembaga peradilan tidak dapat menjalankan fungsi dan peranannya. Pengangguran dan kemiskinan terus meningkat. Nilai-nilai budaya bangsa yang luhur tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara telah sampai pada titik yang paling kritis. Oleh karena itu, krisis kehidupan masyarakat indonesia sering disebut sebagai krisisi multidimensional. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakn oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
a) Adili soeharto dan kroni-kroninya
b) Laksanakan Amandemen UUD 1945
c) Penghapusan Dwifungsi ABRI
d) Pelaksanaan Otonomi daerah seluas-luasnya
e) Tegakkan Supersemar Hukum
f) Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN[57]

Setelah peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 mei 1998, seluruh lapisan masyarakat indonesia berduka dan marah, akibatnya, tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di ibukota dan di beberapa kota lainnya pada tanggal 13-14 mei 1998, yang menimbulkan banyak korban baik jiwa maupun material. Semua peristiwa tersebut makin meyakinkan mahasiswa untuk menguatkan tuntutan pengunduran Soeharto dari kursi kepresidenan. Pilihan aksi yang kemudian dipilih oleh kebanyakan kelompok massa mahasiswa untuk mendorong turunnya Soeharto mengerucut pada aksi pendudukan gedung DPR/MPR. Pendudukan Gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeh harto dari tampuk kekuasaan presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto mundur[58]. Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada masa Orde Reformasi Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/ perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.

Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila pada masa orde Reformasi:
a) Mengutamakan musyawarah mufakat
b) Mengutamakan Kepentingan masyarakat, bangsa dan negara
c) Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
d) Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
e) Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
f) Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
g) Keputusan dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
h) Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat.
i) Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif
j) Penghormatan kepada beragam asas, ciri dan aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
k) Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia

Sistem pemerintahan Pada masa Orde Reformasi Sistem pemerintahan masa orde baru reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai bersikut:
a)      Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multipartai
b)      Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta tanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi
c)      Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
d)     Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Susilo Bambang Yodoyono dan yoesuf kalla, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga yang kedudukannya sama dengan presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD. Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Beberapa kebijakan yang dikeluarkan B.J. Habibie untuk mewujudkan Tujuan dari Reformasi
 a) Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut yaitu: · UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik · UU No. 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum · UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR
b) Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU no 5 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
c) Kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Disamping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan Permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP)
d) Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan B.J Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B.J Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur. B.J Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.

Masa Reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a) Keluarnya ketetapan MPR RI No X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
b) Ketetapan No VII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang Referendum
c) Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN
d) Tap MPR RI No XII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI
 e) Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV



BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik.
Namun pada akhirnya masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai  demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam kepemerintahannya. Setelah itu terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.
 Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini, banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.

B.  SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Taufik.2010.Sejarah Lokal di Indonesi.Yogyakarta: Unversitas Gajah Mada Pers.
Chotib,dkk.2007.Kewarganegaraan 2.Bandung:PT. Ghaliya Indonesia
http://pkb/materi/Demokrasi_Di_Indonesia_dan_Sejarahnya _Koran Demokrasi Indonesia.html
Http://pkb/materi/Lingkaran_Kehidupan_Makalah_Pelaksanaan_Demokrasi_di_Indonesia.html
Http://pkb/materi/Makalah_Perkembangan_Demokrasi_di_Indonesia_Welcome_to_KRISIYANTO_Blog.html
Http:\pkb\materi\Makalah Perkembangan Demokrasi di Indonesia « Welcome to KRISIYANTO Blog.mht 
http://www.academia.edu/5160513/MAKALAH_DEMOKRASI_DI_INDONESIA
Ismawan,Indra.2004.Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September.Yogyakarta:Media Pressindo.
Kahin,Audrey.2005.Dari Pembrontakan ke Integrasi.Bogor: Grafika Mardiyuwana
Kardiman,Yuyus.2013.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mustopo, M Habib,dkk.2011.Sejarah .Jakarta: Yudistira.
Sundawa,Dadang dan Nasiwan.2014.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud.
Syukur,Abdul,dkk.2011.Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoave.



                [1] Chotib,dkk. Kewarganegaraan 2.(Bandung: PT. Ghaliya Indonesia, 2007) h.73
[2] Abdul Syukur,dkk.Sejarah Nasional Indonesia. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoave,2011) h.56
[3]Abdul Syukur,dkk.Sejarah Nasional Indonesia. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoave,2011) h.62
                [4] Chotib,dkk.Kewarganegaraan 2.(Bandung:PT. Ghaliya Indonesia, 2007) h. 80
[5]Ibid.,h.83
[6] Ibid., h.84
[7] Ibid., h. 89
[8] Ibid.,hlm 389-390
[9]Ibid.,
[10] M.c.Rickles,sejarah indonesia modern,yogyakarta:gadjah mada university press, 2011,hlm 389-390
[11] M.c.Rickles,sejarah indonesia modern,yogyakarta:gadjah mada university press, 2011,hlm 396-397
                [12] Taufik Abdullah.Sejarah Lokal di Indonesia.(Yogyakarta: Unversitas Gajah Mada Pers, 2010) h. 59
[13] Audrey Kahin.Dari Pembrontakan ke Integrasi. (Bogor: Grafika Mardiyuwana2005) h. 45
[14]  Ibid., h.48
[15] Yuyus kardiman. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013) h. 78
            [16] M Habib Mustopo,dkk.Sejarah .(Jakarta: Yudistira,2011) h. 58
[17] Ibid., h. 59
[18] Ibid, h.61
            [19] M Habib Mustopo,dkk.Sejarah .(Jakarta: Yudistira,2011) h. 45
                [20] Chotib,dkk.Kewarganegaraan 2.(Bandung:PT. Ghaliya Indonesia, 2007) h. 83
[21] Ibid., h. 85
                [22] Dadang Sundawa dan Nasiwan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud, 2014) h. 45
            [23]Ibid.,h. 46
                [24] Taufik Abdullah.Sejarah Lokal di Indonesia.(Yogyakarta: Unversitas Gajah Mada Pers, 2010) h. 67
[25] Ibid., h. 68
                [26] Chotib,dkk.Kewarganegaraan 2.(Bandung:PT. Ghaliya Indonesia, 2007) h. 89
                [27] Taufik Abdullah.Sejarah Lokal di Indonesia.(Yogyakarta: Unversitas Gajah Mada Pers, 2010) h. 38
[28] Ibid., h. 41
                [29] Dadang Sundawa dan Nasiwan.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud, 2014) h. 56
[30] Ibid, h. 58
[31] Ibid., h. 60
[32] Ibid.,  h. 62
[33] Ibid., h. 65
[34] Ibid., h. 67
[35] Ibid., h. 69
[36] Ibid.,h. 72
                [37] M Habib Mustopo,dkk.Sejarah .(Jakarta: Yudistira,2011) h. 88
[38] Ibid., h. 54
                [39] Audrey Kahin.Dari Pembrontakan ke Integrasi. (Bogor: Grafika Mardiyuwana2005) h. 49
                [40] Indra Ismawan.Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September. Yogyakarta:Media Pressindo, 2004) h. 28
[41] Ibid., h. 32
[42] Chotib,dkk.Kewarganegaraan 2.(Bandung:PT. Ghaliya Indonesia, 2007) h. 76
[43] Ibid., h. 82
[44] Ibid., h. 84
                [45] Abdul Syukur,dkk. Sejarah Nasional Indonesia. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoave, 2011) h. 72
[46] Ibid., h. 74
                [47] Taufik Abdullah.Sejarah Lokal di Indonesia.(Yogyakarta: Unversitas Gajah Mada Pers, 2010), h. 89
                [48]  Abdul Syukur,dkk. Sejarah Nasional Indonesia. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoave, 2011) h. 75
                [49] Indra Ismawan.Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September. Yogyakarta:Media Pressindo, 2004) h. 34
[50] Ibid.,h. 38
[51] Ibid., h. 59
[52] . Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2010). h: 237
[53] Ibid., h. 249
            [54] Audrey Kahin.Dari Pembrontakan ke Integrasi. (Bogor: Grafika Mardiyuwana2005) h. 76
[55] . Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2010. Hal:238
                [56] Audrey Kahin.Dari Pembrontakan ke Integrasi. (Bogor: Grafika Mardiyuwana2005) h. 83
[57] Dadang Sundawa dan Nasiwan.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud, 2014) h. 92
[58] Ibid., h. 95

0 komentar:

Posting Komentar